Kumpulan kalimat dan gambar untuk menjatukan semangatmu

slide 1

Wayag Kulit

slide 2

Tari Topeng

slide 3

Sisingaan

slide 4

Gamelan Jawa

slide 5

Berokan

Rabu, 08 Agustus 2012

Berokan


Menurut tuturan riwayat yang diwariskan secara turun-temurun di kalangan senimannya, bengberokan adalah warisan Pangeran Korowelang atau Pangeran Mina, seorang penguasa laut Jawa di wilayah Cirebon dan Indramayu. Namun terdapat pula tuturan yang juga diwariskan di kalangan seniman berokan, bahwa berokan merupakan kreasi Mbah Kuwu Pangeran Cakrabuana, ketika menyebarkan syiar Islam ke wilayah Galuh, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali, menggunakan pertunjukan sebagai media syiar agama, ditujukan agar dapat mudah diterima lingkungan budaya pada saat itu.
Ada pendapat bahwa kata berokan berasal dari kata "barokahan" (keselamatan). Namun nampaknya keterangan tersebut hanya sebuah kirata (bahasa Sunda, yang artinya dikira-kira namun tampak nyata), sebuah gejala yang umum terjadi di dalam penamaan jenis seni rakyat.
Bentuk kesenian
Bentuk berokan yang dekat dengan bentuk-bentuk mitis totemistik dari binatang seperti buaya, wajah raksasa, dll., menunjukkan adaptasi budaya tersebut.
Pertunjukan berokan ini sangat populer di wilayah Cirebon dan Indramayu. Pada awalnya dilakukan sebagai bagian dari upacara ruwatan dalam menanggulangi pageblug (epidemi penyakit), menempati rumah baru, dll. Namun demikian, dewasa ini pertunjukan burokan lebih banyak dipakai dalam memeriahkan pesta khitanan atau perkawinan.
Bengberokan dimainkan juga pada upacara Ngunjung Buyut, yaitu upacara untuk menghormati arwah leluhur di pekuburan desa-desa tertentu. Bengberokan merupakan kedok yang dibuat dari kayu, yang bentuknya mirip dengan buaya. Warna kedoknya merah dengan mata besar yang menyala, dengan mulut dapat digerakkan (dibuka–tutup) sehingga menghasilkan bunyi "plak-plok". Tubuhnya terbuat dari bekas karung beras yang dijahit sedemikian rupa sehingga mampu menutupi pemainnya, dan mengesankan tubuh binatang yang besar dan berbulu (ditambahi ijuk dan serpihan tambang), kemudian disambung kayu yang dibuat mirip seperti ekor dengan warna belang-belang merah putih, runcing sehingga ujungnya mirip ekor ikan cucut. Berokan biasanya dimainkan secara bergantian.
Pada umumnya para pemain berokan adalah laki-laki. Untuk melibatkan penonton, Berokan digerak-gerakan dengan lincah, kedoknya dimainkan seakan-akan mau mengigit penonton. Efek spontanitas ketakutan penonton (terutama anak-anak) dimanfaatkan oleh pemain Berokan untuk semakin garang dan menghibur.
Pertunjukan Berokan diawali dengan tetalu dan kidung dalam bahasa ibu (Indramayu atau Cirebon), dilanjutkan dengan tarian Berokan yang lambat, perlahan-lahan untuk kemudian menjadi naik turun dan bergairah. Pertunjukan Berokan akan lebih menarik lagi, jika dimainkan di atas pecahan kaca (beling) dan menari-nari di atas bara api. Apabila pertunjukan Berokan dikaitkan dengan upacara tertentu, biasanya dilakukan Kirab Sawan, yakni upacara penyembuhan atau untuk keselamatan dan keberkahan. Kirab Sawan dilakukan setelah sesajen dan persyaratan lainnya lengkap.
Musik pengiring Berokan sangatlah sederhana, terdiri dari kendang, terebang, kecrek, dan bende (gong kecil) yang dimainkan oleh enam orang. Musiknya memang terasa monoton, namun demikian dinamika kadangkala muncul dari kendang dan kecrek, bersahutan dengan suara plak-plok dari kepala Berokan yang terbuka dan tertutup.
Makna
Ada beberapa makna yang dapat disimpulkan dari pertunjukan Berokan ini:
• Makna mitis yaitu sebagai media penolak bala yang menjadi awal mula fungsi Berokan. Dengan mempertunjukan Berokan, dipercayai bahwa bala telah ditolak, dan dipercayai akan mendatangkan kebahagiaan.
• Makna sinkretis karena Berokan digunakan sebagai media dakwah pada masa awal penyebaran syiar Islam di wilayah Cirebon.
• Makna teatrikal karena Berokan beraksi menari, mengejar, dan memainkan kepalanya serta berbaur dengan spontanitas penonton yang merasa takut bercampur gembira
• Makna universal, karena Berokan memiliki kemiripan bentuk dengan Barongsay dan Chilin dari Tiongkok, mahluk-mahluk naga dari Eropa Purba.
Salah satu kelompok Berokan yang dewasa ini masih tetap berdaya, adalah kelompok Berokan yang dipimpin oleh Mama Taham dari desa Tambi Kecamatan Sliyeg Kabupaten Indramayu.

Sumber

Selasa, 07 Agustus 2012

Tari Topeng


Sebagai hasil kebudayaan, Tari Topeng mempunyai nilai hiburan yang mengandung pesan - pesan terselubung, karena unsur - unsur yang terkandung, Didalamnya mempunyai arti simbolik yang bila diterjemahkan sangat menyentuh berbagai aspek kehidupa, Sehingga juga mempunyai nilai pendidikan.
Variasinya dapat meliputi aspek kehidupan manusia seperti kepribadian, Kebijaksanaan, Kepemimpinan, cinta, bahkan angkara murka serta menggambarkan perjalanan hidup manusia sejak dilahirkan hingga menginjak dewasa.
Pada masa penyebaran agama Islam berbagai wali memfungsikan tari topeng dan jenis kesenian lainnya sebagai bagian dari upaya penyebaran agama Islam juga sebagai tontonan. Adapun jenis kesenian tersebut adalah: Wayang Kulit, Gamelan Renteng, Barai Angklung, Reog dan Berokan.
Topeng berasal dari kata " Taweng" yang berarti tertutup atau menutupi. Sedangkan menurut istilah umum, Kata topeng mengandung pengertian sebagai penutup muka/kedok. Berdasarkan asal kata tersebut, Maka Tari Topeng pada dasarnya merupakan senitari tradisional masyarakat indramayu yang spesifik menonjolkan penggunaan penutup muka berupa topeng atau kedok oleh para penari pada pementasannya.
Jumlah topeng/kedok seluruhnya ada 9 (sembilan) yaitu; Panji, Samba, atau Pamindo, Rumyang, Tumenggung atau Patih, Kelana atau Rahwana,Pentul, Nyo atau Semblep, Jinggaanom, atau Aki - aki, Dari kesmbilan topeng tersebut yang dijadikan sebagai kedok pokok hanya 5 (lima) buah, Yaitu; Panji, Samba, Rumyang Tumenggung, dan Kelana.
Nama dalam watak topeng dalam tariannya; PANJI, Menggambarkan kesucian manusia yang baru lahir di dunia; SAMBA, Mlambangkan kelincahan masa kecil; RUMYANG, Manusia pada akhir baligh; PATIH/TUMENGGUNG, Adalah manusia yang sudah menemukan posisi, Karena tegas, Setia, Serta berkorba; KELANA/RAHWANA, Adalah ungkapan angkara murka yang mengejawantah.
Pada masa sekarang ini gamelan yang digunakan untuk mengiringi Tari Topengbukan hanya berlaras Prawa, Namun juga digunakan gamelan yang berlaras Pelong.

Sumber: Ibu Wangi Indriya (Sanggar Mulya Bhakti)

Wayang Kulit



Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata 'Ma Hyang' yang artinya menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa yang bermakna 'bayangan', hal ini disebabkan karena penonton juga bisa menonton wayang dari belakang kelir atau hanya bayangannya saja. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.

Secara umum wayang mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana, tetapi tak dibatasi hanya dengan pakem (standard) tersebut, ki dalang bisa juga memainkan lakon carangan (gubahan). Beberapa cerita diambil dari cerita Panji.

Pertunjukan wayang kulit telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga ( Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity ).

Makam Buyut Tambi



Makam Buyut Tambi berada di Desa Tambi, Kecamatan Sliyeg pada jalur jalan Jatibarang-Indramayu. Keletakan makam Buyut Tambi berada pada koordinat 06º 28' 651" Lintang Selatan dan 108º 20' 233" Bujur Timur. Morfologi daerah merupakan pedataran rendah. Sekitar situs merupakan pemukiman padat. Komplek makam berpagar tembok bata setinggi sekitar 2,5 m. Di depan komplek makam merupakan tanah lapang. Gerbang untuk memasuki komplek makam berada di sisi timur terdiri dua jalan masuk. Gerbang utama berada di bagian selatan. Di bagian utara terdapat gerbang lainnya. Kedua gerbang tersebut berbentuk gapura koriagung (gapura beratap). Bagian atas terdapat hiasan kemuncak berjumlah empat.
Kompleks makam terbagi dalam tiga halaman. Jalan yang berada pada halaman pertama dan kedua dilengkapi koridor. Di kanan dan kiri koridor terdapat bangunan terbuka untuk para peziarah. Pada halaman kedua di sisi utara terdapat mushala. Pada halaman ketiga, hampir seluruhnya berada pada bangunan terbuka. Pada bagian ini terdapat sekat-sekat untuk memisahkan para peziarah. Bagian selatan halaman ketiga merupakan bagian terbuka, terdapat lima kuburan. Makam Buyut Tambi berada di halaman ketiga, di bagian utara halaman. Makam tersebut berada pada kamar berdinding keramik. Pintu masuk berada di sisi selatan dalam keadaan terkunci yang bila dibuka harus sepengetahuan dan seijin Juru Kunci (Kuncen) karena sangat disakralkan. Pada dinding sisi selatan ini dihias dengan tempelan piring keramik. Di depan pintu cungkup terdapat berbagai kelengkapan ziarah seperti tungku pembakaran kemenyan, botol air, dan benda-benda kecil lainnya.
Latar sejarah Buyut Tambi tidak banyak diketahui. Masyarakat tidak berani menceritakan sepak terjang Buyut Tambi karena takut terkena akibat buruk bila yang diceritakannya tidak benar. Sebagian masyarakat ada yang menyebutkan bahwa Buyut Tambi adalah seorang dalang wayang kulit. Asal-muasal Buyut Tambi tidak pernah diketahui secara pasti. Dalah yang kemudian membuka lahan pemukiman yang pada saat itu masih kosong. Maka, sejak saat itu, berkembang anak-cucu Buyut Tambi di desa itu. Untuk menghormati almarhum Buyut Tambi, dinamakanlah desa itu sebagai Desa Tambi.
Meski sebagian besar penduduk desa ini bermata pencaharian sebagai buruh tani, darah seni yang dimiliki Buyut Tambi ternyata tetap mengalir kuat. Maka, tidak heran bila di balik penampilan mereka yang sederhana, tersimpan kemahiran menari, menyanyi, memainkan berbagai alat musik, memahat, hingga mendalang. Hal yang menarik, penentuan juru kunci makam Buyut Tambi dilakukan secara lelang. Masa jabatan juru kunci 2 tahun.
Pada saat-saat tertentu masyarakat melakukan munjungan. Keunikan munjungan ini terletak pada tata ritualnya. Para peziarah makan bersama di kompleks makam sang leluhur, sambil menyaksikan pentas berbagai kesenian, macam wayang kulit, tari topeng, tarling, hingga dangdut, para pemainnya ialah para keluarga, anak cucu Buyut Tambi.
Makam Buyut Tambi sangat ramai dikunjungi para peziarah baik dari Kabupaten Indramayu tetapi juga dari daerah lainnya, dalam rangka munjungan maupun sekedar nyekar. Perbedaan antara munjungan dan nyekar adalah waktu pelaksanaannya. Jika nyekar hanya dilakukan menjelang bulan Ramadhan, maka munjungan tidak terbatas waktu. Kapan saja bisa. Namun, yang paling sering dilakukan pada bulan Jumadilakhir dalam penanggalan Jawa. Bulan Jumadilakhir adalah bulan di saat panen kedua usai setiap tahun. Sehingga kegiatan munjungan tersebut dapat berjalan lancar. Hal ini terkait juga dengan biaya yang ditanggung bersama oleh seluruh keluarga.
Pada hari pelaksanaan munjungan, biasanya seluruh keluarga besar, baik yang berada di wilayah Indramayu sendiri, maupun yang telah tersebar di lain tempat, akan berdatangan sejak beberapa hari sebelumnya, untuk mengadakan persiapan. Yang dilakukan adalah pembagian tugas, persiapan panggung, sampai urutan acara dan siapa saja yang akan unjuk kebolehan pada hari itu. Maka pada hari yang telah ditentukan, sejak pagi para keluarga mulai datang berduyun-duyun membawa makanan khas, seperti tumpeng, ayam panggang, sampai urap (campuran beberapa macam sayuran rebus yang dibumbui cabai dan parutan kelapa).
Uniknya juga tiap makanan yang dibawa, sebelumnya dilaporkan kepada salah seorang wakil keluarga yang berada tepat di sisi makam, untuk diambil sedikit dan ditaruh di atas daun pisang dan diletakkan di dekat makam yang telah harum karena aroma kemenyan yang dibakar. Makanan itu kemudian dibawa ke depan panggung, tempat para sanak keluarga telah berkumpul dengan bawaan masing-masing. Tanpa dikomando lagi, acara demi acara berjalan dengan lancar. Semua ambil bagian untuk unjuk kebolehan sesuai urutan yang telah disepakati sebelumnya. Berbagai kesenian ditampilkan, mulai dari nyanyi, tari, lawak, wayang, dangdut, dan lain-lain.
Tepat pukul 12.00 WIB semua kegiatan dihentikan sejenak untuk memulai acara makan siang bersama. Maka berlangsunglah acara tukar-menukar lauk-pauk sembari diseling sendagurau (guyon). Usai makan siang, acara pun dilanjutkan hingga malam hari, atau bahkan keesokan harinya, bila kesenian yang ditampilkan sangat banyak. Semua orang bersuka-cita pada acara itu, tidak ada isak tangis dan air mata meski kegiatan dilakukan di komplek makam. Munjungan selain bermakna sebagai wujud terima kasih kepada almarhum leluhur, juga sekaligus menjadi ajang reuni keluarga besar yang telah tersebar di segala penjuru.
Makam Buyut Tambi selama ini lebih dikenal sebagai objek peziarahan. Adanya event munjungan ini dapat dijadikan daya tarik tersendiri kepada para peziarah agar lebih mengenal berbagai kesenian yang mungkin juga merupakan warisan Buyut Tambi. Oleh karena itu rencana diadakannya munjungan perlu disebarluaskan sebelum acara dilaksanakan, agar banyak calon wisatawan terutama domestik yang datang.


Lokasi: Desa Tambi, Kecamatan Sliyeg
Koordinat : 06º 28' 651" S, 108º 20' 233" E
Telepon: -
Email: -
Internet: -
Arah: Terletak di jalur jalan antara Jatibarang dan Indramayu.

Sumber

Topeng Menyon

Macapat


Macapat adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sanjak akhir yang disebut guru lagu. Macapat dengan nama lain juga bisa ditemukan dalam kebudayaan Bali, Sasak, Madura, dan Sunda. Selain itu macapat juga pernah ditemukan di Palembang dan Banjarmasin. Biasanya macapat diartikan sebagai maca papat-papat (membaca empat-empat), yaitu maksudnya cara membaca terjalin tiap empat suku kata.Namun ini bukan satu-satunya arti, penafsiran lainnya ada pula. Macapat diperkirakan muncul pada akhir Majapahit dan dimulainya pengaruh Walisanga, namun hal ini hanya bisa dikatakan untuk situasi di Jawa Tengah. Sebab di Jawa Timur dan Bali macapat telah dikenal sebelum datangnya Islam.

Karya-karya kesusastraan klasik Jawa dari masa Mataram Baru, pada umumnya ditulis menggunakan metrum macapat.. Sebuah tulisan dalam bentuk prosa atau gancaran pada umumnya tidak dianggap sebagai hasil karya sastra namun hanya semacam 'daftar isi' saja. Beberapa contoh karya sastra Jawa yang ditulis dalam tembang macapat termasuk Serat Wedhatama, Serat Wulangreh, dan Serat Kalatidha.

Puisi tradisional Jawa atau tembang biasanya dibagi menjadi tiga kategori: tembang cilik, tembang tengahan dan tembang gedhé.Macapat digolongkan kepada kepada kategori tembang cilik dan juga tembang tengahan, sementara tembang gedhé berdasarkan kakawin atau puisi tradisional Jawa Kuna, namun dalam penggunaannya pada masa Mataram Baru, tidak diterapkan perbedaan antara suku kata panjang ataupun pendek.Di sisi lain tembang tengahan juga bisa merujuk kepada kidung, puisi tradisional dalam bahasa Jawa Pertengahan.

Kalau dibandingkan dengan kakawin, aturan-aturan dalam macapat berbeda dan lebih mudah diterapkan menggunakan bahasa Jawa karena berbeda dengan kakawin yang didasarkan pada bahasa Sanskerta, dalam macapat perbedaan antara suku kata panjang dan pendek diabaikan.

Sandiwara



Nama besar Domo Suraji tidak mungkin lepas dari kesenian Sandiwara Indramayu, dikarenakan beliau adalah memang seniman yang menciptakannya untuk pertama kali. Sandiwara ini merupakan ide jenius yang memunculkan ide baru, kreatif, dan segar, dengan perombakan berupa penyampaian dalam bahasa Jawa Dermayon yang khas.
Sebagai salah satu jenis kesenian rakyat, Sandiwara Indramayu memiliki kekuatan pada masyarakat pendukungnya, di mana antusiasme masyarakat Indramayu dengan penuh antusiasme ditunjukkan terhadap sandiwara di daerah tersebut. Hal ini memunculkan banyak ide dan gagasan pada seniman Sandiwara Indramayu untuk bersaing mengemas pertunjukannya. Dengan berbagai perbaikan dan modifikasi, pagelaran Sandiwara Indramayu dapat dirasakan oleh masyarakatnya sebagai sarana hiburan sekaligus pendidikan.
Anda akan dapat menikmati banyak versi musik dangdut Cerbon-Dermayon. Sebagai sarana edukasi, Sandiwara Indramayu juga banyak menampilkan lakon-lakon Babad, baik Babad Cirebon-Dermayon maupun Babad Tanah Jawa. Demikian pula seni pertunjukan sandiwara memiliki fungsi sebagai media penerangan masyarakat yang turut menyampaikan pesan-pesan pemerintah dan norma-¬norma adat kemasyarakatan setempat.
Lokasi: Seluruh Kabupaten Indramayu

Sumber

Sisingaan



Saksikan pertunjukan seni khas Subang, Sisingaan. Kesenian ini juga dikenal juga dengan sebutan Gotong Singa atau Odong-odong. Ada beberapa keterangan tentang asal usul Sisingaan ini, di antaranya bahwa Sisingaan memiliki hubungan dengan bentuk perlawanan rakyat Subang terhadap penjajah lewat binatang singa kembar (singa kembar adalah lambang penjajah Belanda).
Dalam perkembangan bentuknya, Sisingaan semakin lama semakin disempurnakan, dari bentuk singa kembar yang sederhana menjadi singa gagah dan menarik. Demikian juga para pengusung Sisingaan, kostumnya semakin dibuat dengan warna-warna kontras.
Sisingaan menjadi salah satu jenis pertunjukan rakyat yang disukai, terutama dalam acara-acara khitanan dan perkawinan. Sisingaan dikemas sedemikian rupa dengan penambahan atraksi, misalnya yang paling menonjol adalah Jajangkungan dengan tinggi sekitar 3-4 meter.
Anda bisa menelusuri beberapa makna yang terkandung dalam seni pertunjukan Sisingaan, di antaranya makna sosial, teatrikal, komersial, universal, dan spiritual. Pelajarilah semuanya, Anda akan menemukan filosofi menarik di balik kesenian terkenal ini.

Sumber